KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

 KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

 

Untuk kekerasan di ranah rumah tangga/relasi personal, selalu sama seperti tahun-tahun 

sebelumnya kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 6.555 kasus (59%),

disusul kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 2.341 kasus (21%). Kekerasan terhadap

anak perempuan di tahun ini meningkat di banding tahun 2018, mengalahkan kekerasan dalam

pacaran 1.815 kasus (16%%), sisanya adalah kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar,

serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Angka kekerasan terhadap anak perempuan

beberapa tahun terakhir selalu masuk angka ketiga tertinggi angka kekerasan di ranah KDRT/

relasi personal memperlihatkan bahwa menjadi anak perempuan di dalam rumah bukan lagi hal

yang aman. Diantara mereka mengalami kekerasan seksual. 

Kasus inses pada tahun ini mencapai angka 822 kasus turun 195 kasus di banding tahun 2018 yang mencapai 1.017 kasus. Pelaku insesterbesar adalah sebesar 618 orang. Angka marital rape pada tahun ini juga turun di banding tahun lalu. Marital rape tahun ini sebesar 100 kasus dibanding data kasus tahun lalu yang mencapai 192 kasus yang dilaporkan. Perhatian dan keberanian melaporkan kasus perkosaan dalam perkawinan menunjukkan kesadaran korban bahwa pemaksaaan hubungan seksual dalam

perkawinan adalah perkosaan yang bisa ditindaklanjuti ke proses hukum. Keberanian melaporkan

kasus yang dialami anak perempuan dan marital rape kepada lembaga layanan menunjukkan

langkah maju perempuan yang selama ini cenderung menutup dan memupuk impunitas pelaku

anggota keluarga.


Pengiriman Formulir Data CATAHU dan Tingkat Respon


Berikut adalah data pengiriman dan penerimaan Formulir Kuesioner Komnas Perempuan

kepada lembaga-lembaga yang bersedia berpartisipasi:

Pengiriman formulir (kuesioner) data ke lembaga mitra layanan dilakukan dalam jumlah yang

beragam setiap tahun. Tahun ini Komnas Perempuan melakukan verifikasi data dan menetapkan

sasaran mitra yang dituju, sehingga tingkat respon pengembalian formulir naik sebesar 35%.

Dalam diagram di atas terlihat respon tertinggi berbeda dari tahun sebelumnya di mana tahun ini

PN, WCC & LSM disusul oleh UPPA.

Namun perlu dicatat bahwa terdapat kendala pengembalian formulir diantaranya;

1. Kondisi keberlangsungan lembaga mitra,

2. Kondisi pemahaman atas pengisian formulir kuesioner,

3. Tingkat kebutuhan lembaga mitra tentang pendokumentasian dan pengolahan data,

4. Kondisi ada atau tidaknya sumber daya manusia di lembaga-lembaga mitra tersebut.

 

Data KTP Lembaga Mitra Pengada Layanan


Banyaknya kasus yang dilaporkan ke UPPA yang adalah dibawah lembaga kepolisian dapat

diartikan bahwa masyarakat membutuhkan lembaga atau institusi yang legal dan memiliki payung

hukum. Lembaga kepolisian secara insfrastuktur ditempatkan di berbagai wilayah sampai ke

tingkat kecamatan sehingga mudah dijangkau. Namun disisi lain, dapat dilihat minimnya jumlah

kasus yang di proses di Pengadilan Negeri (PN), yang dapat diartikan proses hukum mengalami

kemandegan, bahwa persoalan kekerasan terhadap perempuan masih terhambat penanganan dan

penyelesaiannya secara hukum, oleh karena itu perlu implementasi monitoring dan evaluasi

implementasi UU Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk kasus kasus kekerasan seksual, masih

diperlukan UU khusus mengenai Tindak Pidana Penghapusan Kekerasan Seksual.

Kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke Komnas Perempuan menunjukkan

bahwa satu kasus proses hukumnya berjalan selama bertahun-tahun, misalnya satu kasus KDRT

yang dilaporkan sejak tahun 2016 hingga tahun 2020 masih berjalan.

 

Angka Kekerasan Berdasarkan Data Provinsi


Sementara angka kekerasan terhadap perempuan berdasarkan Provinsi yang tertinggi berbeda

dengan tahun sebelumnya, tahun ini Jawa Barat menjadi tertinggi (2.738) lalu Jawa Tengah

(2.525) DKI Jakarta (2.222). Tahun sebelumnya angka kekerasan tertinggi adalah Jawa Tengah

(2.913), kedua DKI Jakarta (2.318) dan ketiga Jawa Timur (1.944), tetapi tingginya angka tersebut

belum tentu menunjukkan banyaknya kekerasan di Provinsi tersebut. Komnas Perempuan

melihat tingginya angka berkaitan dengan jumlah tersedianya Lembaga Pengada Layanan di

Provinsi tersebut serta kualitas dan kapasitas pendokumentasian Lembaga.

 

 

 

 

Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan dalam Perkawinan dan Hubungan

Pribad


Kekerasan terhadap perempuan dalam ranah pribadi terjadi dalam berbagai bentuk. Melalui

bentuk-bentuk kekerasan dalam hubungan perempuan dengan orang terdekat, dapat

menggambarkan kekerasan yang terjadi pada korban. Bentuk-bentuk tersebut adalah kekerasan

terhadap istri (KTI), kekerasan dalam pacaran (KDP), kekerasan terhadap anak perempuan

berdasarkan usia anak (KTAP), kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami dan mantan pacar,

kekerasan yang terjadi pada pekerja rumah tangga, dan ranah personal lainnya.


https://budiluhur.ac.id

Komentar

Posting Komentar